Follow

SIGN UP TO OUR NEWSLETTER

Get notifications from this website

Sering Kesal Pas Main Twitter? Algoritmanya Memang Dorong Kita Mudah Julid

Buat kalian pengguna Twitter, apa yang kalian rasakan pas scrolling media sosial satu ini? Sering gampang ke-trigger karena twit-twit menyebalkan yang muncul? Sering melihat twit marah-marah dari akun yang suka speak-up? Di Twitter, ada aja twit yang nyebelin sampai sulit buat gak ikut komentar dan ternyata ini memang disengaja lho.

Elon Musk sebagai CEO Twitter baru-baru ini membeberkan fakta menarik. Melalui twitnya pada Selasa, 17 Januari, ia mengungkap hal yang cukup mengejutkan tentang algoritma Twitter. “Menanggapi akun yang kalian benci akan membuat algoritma kami menunjukkan lebih banyak konten dari akun serupa karena algoritma memperhatikan interaksi kalian,” ujar Elon.

“Jadi intinya kalau kalian suka menanggapi akun *itu*, kemungkinan kalian juga akan suka menanggapi akun *ini*. Gak salah kan, lol,” lanjut Elon melalui twitnya. Yup, kalau kalian julid ke satu akun yang menyebalkan, Twitter akan memunculkan twit atau akun serupa karena kalian terpantau suka julid di akun atau twit-twit sejenis.

Fakta mengenai algoritma ini tidak terlalu mengherankan karena Elon sempat menyebut bahwa Twitter akan meluncurkan fitur rekomendasi twit. Pada Minggu, 8 Januari lalu, Elon menyebut bahwa Twitter akan merilis fitur swipe untuk melihat rekomendasi twit serupa.

Jadi konsepnya adalah kita bisa swipe sebuah twit untuk melihat twit yang dinilai Twitter mirip dengan yang sudah kita lihat. Gak heran kalau algoritma Twitter dibuat sedemikian rupa untuk memantau interaksi kita—termasuk interaksi kita pada twit atau akun yang menyebalkan.

Algoritma Twitter tersebut memang sudah dirancang sedemikian rupa, tentu untuk menguntungkan media sosial tersebut. Twitter memanfaatkan insting yang ada pada manusia yaitu negativity bias. Pada dasarnya kita manusia memiliki negativity bias atau bias pada hal negatif. Jadi sesuatu yang negatif lebih cepat menarik perhatian kita daripada hal positif. Misal ada lima komentar yang menyebut kita cantik, tapi ada satu yang sebut kita jelek, pasti kita langsung merasa down.

Dengan negativity bias tadi, misal ada sepuluh konten netral atau positif, lalu ada satu konten yang julid-able, kita pasti langsung tertarik ke satu konten negatif tersebut. Ini bisa dihubungkan dengan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Park (2015) menemukan bahwa semakin negatif sebuah konten berita, semakin marah pula seseorang. Semakin marah seseorang, mereka semakin terdorong buat mencari informasi terkait konten tersebut.

Simpelnya begini. Twitter memanfaatkan negativity bias yang kita miliki dengan rutin menunjukkan twit atau akun yang tidak kita sukai—karena mereka tahu hal tersebut pasti akan menarik perhatian kita.

Menurut penelitian Park (2015) tadi, semakin menyebalkan twit atau akun itu, kita makin kesal, makin besar peluang kita “riset” tentang hal tersebut. Entah sekadar mencari twit blunder dari akun itu atau mencari-cari kesalahan dari sebuah twit. Makin lama nih waktu yang kita habiskan di Twitter. Media sosial mana yang gak ingin kita berlama-lama di platform mereka.

Jadi bayangkan kalau setiap menanggapi twit atau akun yang menyebalkan, kita akan disuguhi twit atau akun serupa. Akhirnya kita julid lagi, menghabiskan banyak waktu di Twitter lagi. Jadi kalau ke depanya kita main Twitter dan ketemu twit atau akun yang nyebelin—tarik nafas, jangan langsung marah, dan jangan ditanggapi kalau gak mau konten serupa muncul.

Total
0
Shares
Previous Article

Skrillex Bakal Manggung di Jakarta, Tiket Mulai Rp 500 Ribu!

Next Article

Lirik Lagu Labyrinth – Taylor Swift dan Terjemahan

Related Posts

Total
0
Share