Dilansir dari Country Living, hal tersebut ditemukan oleh sebuah studi baru yang diterbitkan di jurnal Nature Communications. Dalam penelitian ini, para peneliti dari University of Washington melacak perilaku nyamuk Aedes Aegypti betina ketika mereka diberi berbagai jenis isyarat visual dan aroma.
Nyamuk-nyamuk tersebut kemudian dimasukkan ke dalam ruang uji kecil dan dipaparkan dengan berbagai hal, seperti titik berwarna atau tangan seseorang.
Sebagai informasi, nyamuk bisa menemukan makanan dengan cara mencium bau karbondioksida dari napas kita. Para peneliti menjelaskan jika hal itu kemudian memicu mereka untuk memindai warna dan pola visual tertentu yang dapat mengindikasikan makanan.
Jika tidak ada bau seperti karbon dioksida seperti di ruang uji, nyamuk mengabaikan titik berwarna, tidak peduli apa pun warnanya. Tetapi begitu peneliti menyemprotkan karbon dioksidadi dalam ruangan, mereka terbang menuju titik-titik yang berwarna merah, oranye, hitam, atau cyan. Titik-titik yang berwarna hijau, biru, atau ungu diabaikan.
Mengapa nyamuk tertarik dengan warna merah?
Tidak ada studi khusus yang membahasnya, tetapi ada beberapa teori. Salah satunya adalah bahwa merah hanyalah bayangan warna yang dilihat nyamuk ketika mereka melihat kulit kita.
“Ketika cahaya berinteraksi dengan kulit manusia, terlepas dari pigmentasi kulit, itu memantulkan warna kemerahan,” jelas Nancy Troyano, Ph.D, ahli entomologi bersertifikat dari Ehrlich Pest Control. “Oleh karena itu, warna merah mungkin merupakan salah satu dari beberapa isyarat yang digunakan nyamuk untuk membantu mereka menemukan inangnya.”
Sangat mudah untuk berasumsi bahwa nyamuk mengasosiasikan warna merah dengan darah. Tetapi ahli entomologi bersertifikat Timothy Best, manajer teknis di Terminix, mengatakan itu tidak mungkin.
“Sementara nyamuk dapat melihat menggunakan mata majemuk mereka, ketajaman mereka buruk, dan mereka tidak melihat gambar yang jelas,” katanya.
Nyamuk sebenarnya mengandalkan tiga mekanisme penginderaan terpisah untuk menemukan darah, katanya. Itu termasuk mendeteksi gas pernapasan seperti karbon dioksida, mengidentifikasi inang secara visual, dan menggunakan reseptor penginderaan panas di antenanya untuk menindaklanjuti isyarat visual ini ke bagian tubuh kita yang terbuka dan tidak terlindungi.
“Perlu dicatat bahwa ada sekitar 200 spesies nyamuk yang berbeda di Amerika Serikat, jadi daya tarik ini kemungkinan merupakan sifat spesifik spesies, dan tidak mencakup semua spesies,” kata Best.
Bagaimana dengan oranye, hitam, dan cyan? Warna-warna ini cenderung lebih gelap, yang disukai nyamuk, kata Best.
“Warna-warna terang dianggap sebagai ancaman bagi nyamuk, itulah sebabnya banyak spesies menghindari menggigit di bawah sinar matahari langsung,” katanya. “Nyamuk sangat rentan mati karena dehidrasi, oleh karena itu warna-warna terang secara naluriah mewakili bahaya dan penghindaran segera. Sebaliknya, warna yang lebih gelap dapat mereplikasi bayangan, yang lebih cenderung menyerap dan menahan panas, memungkinkan nyamuk menggunakan antena canggih mereka untuk menemukan inang.”
Lalu, haruskah kita menghindari memakai warna tertentu untuk menghindari nyamuk?
Ternyata jawabannya adalah belum tentu. Troyano mengatakan jika ketertarikan nyamuk pada manusia adalah kombinasi dari beberapa faktor, dari isyarat kimiawi termasuk bau dari keringat dan karbon dioksida, serta panas, dan isyarat visual seperti warna.
Pada dasarnya, ada lebih banyak hal yang membuat nyamuk tertarik pada kita daripada hanya apa yang dipakai. Namun, jika kalian memiliki pilihan untuk mengenakan pakaian yang lebih terang atau lebih gelap ketika berada di lingkungan dengan banyak nyamuk, Best merekomendasikan untuk memilih yang lebih terang.
“Warna gelap sangat menarik bagi nyamuk, sedangkan warna terang tidak terlalu dilirik,” katanya. “Orang-orang harus mempertimbangkan warna yang lebih terang sebagai cara tambahan untuk mengurangi gigitan.”