Varian Omicron masih menjadi versi virus SARS-Cov-2 yang paling mengkhawatirakan saat ini. Tetapi kehadiran subvarian Omicron, BA.2, juga telah memicu kekhawatiran tersendiri. Apalagi menurut studi baru, varian ini menyebar lebih cepat dan telah memicu lonjakan di beberapa negara.
Tidak hanya cepat, subvarian yang juga dijuluki sebagai varian Omicron “siluman” ini juga diungkap para ilmuwan lebih sulit dideteksi dibanding versi aslinya. Meski lebih banyak data perlu dikumpulkan, tetapi para ahli virus telah menunjukkan beberapa tanda umum potensial dari varian Omicron siluman.
Dilansir dari Bestlife, para peneliti telah bekerja untuk mengetahui gejala umum dari varian Omicron selama beberapa bulan terakhir. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Omicron tampaknya lebih mungkin memengaruhi saluran pernapasan bagian atas daripada paru-paru, tidak seperti beberapa varian sebelumnya.
Dan subvarian Omicron A.2 mungkin tidak jauh berbeda. Daily Express melaporkan jika ada tujuh gejala yang telah dikaitkan dengan varian Omicron siluman oleh para peneliti Inggris. Gejala itu meliputi demam, kelelahan ekstrem, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, kelelahan otot, dan detak jantung yang meningkat.
Beberapa di antaranya sesuai dengan gejala Omicron. Aplikasi Zoe Covid Study menyebutkan jika lima tanda paling umum dilaporkan dari varian Omicron asli meliputi pilek, sakit kepala, kelelahan, bersin, dan sakit tenggorokan.
“Gejala Omicron yang paling banyak dilaporkan sangat mirip dengan pilek, terutama pada orang yang telah divaksinasi,” ujar Claire Steves PhD, seorang ilmuwan dari King’s College London yang terlibat dengan Zoe dalam sebuah video beberapa waktu lalu.
Subvarian Omicron ini memiliki mutasi yang sangat banyak dan ada perbedaan signifikan dalam susunan genetik varian aslinya. Menurut Francois Balloux, seorang profesor biologi sistem komputasi dan direktur UCL Genetics Institute di London, mengatakan varian siluman memiliki sekitar 20 mutasi yang berbeda dari Omicron asli.
“BA.2 memiliki sejumlah mutasi yang tidak dimiliki BA.1yang berada di wilayah genom yang menjadi perhatian kita,” ujar Jeremy Luban, MD, profesor kedokteran molekuler, biokimia, dan farmakologi molekuler di University of Massachusetts Medical School, kepada Veriwell Health.
“Ini seperti ketika Omicron pertama kali menyerang. Dalam beberapa hari pertama, kami memiliki urutan, urutan itu sendiri menakutkan, tetapi butuh waktu sebelum kami dapat mengetahui apakah Omicron akan lebih patogen dan menular.”
Meski ada kekhawatiran dari para ilmuwan soal virus ini, tetapi sejumlah ahli mengatakan kemunculan BA.2 tidak harus menimbulkan kepanikan. Amesh Adalja, MD, seorang sarjana senior di Johns Hopkins Center for Health Security mengatakan kepada Prevention jika meskipun ini mungkin memperpanjang gelombang Omicron sedikit lebih lama, tetapi kemungkinan tidak akan mengubah jalan pandemi secara keseluruhan.
Dia menambahkan jika tidak perlu khawatir berlebihan terhadap BA.2. Sebab, cara pencegahan yang kita lakukan untuk mengatasi BA.1 masih memiliki manfaat yang sama untuk menghadapi BA.2.